Pelesir ke Singapura


6 November 2015 bisa ditulis sebagai tanggal bersejarah bagi hidup gue. Pada tanggal itulah gue pertama kali bisa berjalan-jalan ke negeri seberang, hari itu pula gua pertama kali bisa naek pesawat!
Salah satu pencapaian besar bagi seorang pengangguran yang sembunyi di balik kata mahasiswa kayak gue gini.

Perjalanan gue ke Singapur ini nggak akan terjadi tanpa Cornetto. Cornetto-lah yang membiayai semuanya mulai dari tiket pesawat Garuda pulang-pergi Jakarta-Singapur, nginep di hotel bintang 3, tour ke beberapa tempat di Singapur, malah sampe dikasih uang saku juga. Sumpah Cornetto ini baiknya nggak nanggung-nanggung. They exactly know how to treat their customer perfectly.

Jadi gue adalah salah satu pemenang yang beruntung menonton langsung konser Taylor Swift di Singapur, dan setiap pemenangnya dapet 2 tiket.

Tadinya gue mau ngajak adek gue, tapi berhubung dia sekolah dan nggak boleh sama nyokap gue. Alhasil gue ngajak satu temen gua yang bernama Ace. Gue ngajak dia karena dari kebanyakan temen gue, kayaknya dia doang yang kesibukannya cuma pacaran sama maen COC. Ditambah lagi, kalo diliat-liat muka dia udah sebelas-dua belas sama patung merlion. Pas.

Perjalanan dimulai pukul 3 pagi di hari Jum'at, gue dan Ace udah berangkat ke Bandara dari Depok naik bis, turun di terminal 2. 
Oh iya, sebelum hari-H, 150 pemenang Cornetto sudah dibagi menjadi 4 kelompok; kelompok A, B, C, dan D. Masing-masing dipimpin oleh satu tour leader. Gue ada di kelompok A dan tour leadernya adalah Mas Antonious.

Sekitar pukul 8, pesawat kami terbang menuju Singapur. Satu setengah jam kemudian mendarat di Changi Airport. Kesan pertama sampai di Changi yaitu bandara ini besar banget!!! Oke mungkin gue norak, tapi bener deh ini bandara gede banget. Kalau aja lo jalan kaki dari terminal bandara ke pintu keluar Changi, gue yakin pulang-pulang lo langsung jadi atlet.

Changi Airport

Di sana gue sudah ditunggu bis yang akan mengantar selama tour di Singapur. Ada tour leader lain lagi ternyata, namanya bu Harban, orang asli Singapura keturunan India. Selama tour, beliau memberikan informasi umum tentang seluk-beluk negeri Singapur.

Yang kayak UFO itu gedung Mahkamah Agung Singapura

Kegiatan pertama saat sampai di singapur adalah menuju sebuah restoran untuk santap siang. Restoran itu berada di sebuah mal, tidak terlalu besar, dan menyiapkan makanan prasmanan khas Indonesia.

Setelah kenyang, kami mengunjungi Merlion Park. Belum sah rasanya kalau ke Singapur belum foto sama patung Merlion, ibaratnya kayak makan sate, tapi nggak pake tusukannya. Nah lo pikirin deh tuh rasanya.


Air Merlionnya mati, belom bayar listrik kayaknya

Gue bersama sosok yang bernama Ace


Menatap masa depan

Sehabis dari Merlion, kami kembali ke bis dan berjalan melewati Esplanade, Rafles Landing Site, dan China Town. Semua dilewati dengan keadaan jalanan yang lancar, nggak macet kayak di Jakarta. Paling macet-macet dikit doang. Di Singapur itu pertumbuhan kendaraannya nggak se-brutal di Jakarta. Di sana kebanyakan penduduknya lebih memilih naik transportasi umum. Murah dan nyaman. 

Lagipula kalau mau beli mobil pribadi di Singapur, harus punya sertifikat kepemilikan mobil yang harganya cukup mahal. Makanya banyak yang lebih memilih transportasi umum. Satu hal kesamaan yang dimiliki Singapur dan Jakarta yaitu panasnya. Ternyata di Singapur panasnya nyengat juga. Panas cuaca ditambah lagi 'panasnya' turis-turis asing dan penduduk lokal.

Sekitar pukul 4 sore, kami berhenti sebentar di salah satu pusat perbelanjaan besar dengan harga bersaing; Bugis. Andai dibandingkan sama Jakarta, Bugis ini mungkin mirip dengan Pasar Tanah Abang. Cuma soal kebersihan dan ketertiban, ya beda jauhlah ya~

Abis dari Bugis, gue dan rombongan menuju Hotel Lavender, hotel yang akan menjadi tempat kami menghabisakan 2 malam di Singapur.

Rachor River, beberapa meter deket hotel Lavender

Andai saja Jakarta lengang kayak gini


We were going to Victoria Street

Sampai di kamar hotel, gue dan Ace buru-buru membersihkan diri buat meluncur lagi menyusuri kota. Pada jam itu tiap peserta rombongan diberikan kebebasan untuk menuju tujuan yang diinginkan. Kami memilih untuk belanja oleh-oleh di Bugis lagi. Kali ini dengan berjalan kaki sembari menikmati tentramnya kota Singapur.


Kota yang nyaman untuk pejalan kaki


Becak singapur?

Mural-mural artistik yang gue temui di perjalanan kaki menuju bugis

bapa mana bapa~


'what the fuck are you looking at, boy?'
Malamnya, gue dan Ace berniat Garden by the Bay. Karena letaknya yang jauh, kami pun harus menaiki transportasi umum. Singapur adalah salah satu negara yang mempunyai transportasi local yang bersahabat dengan turis. Dan yang menjadi transportasi andalan negara ini adalah MRT (Mass Rapid Transit); kereta bawah tanah yang bisa bikin lo bergerak dari satu titik ke titik lain kota Singapura dengan cepat.

Setelah bertanya-tanya di mana lokasi stasium terdekat dari tempat gue saat itu, gue pun sampe di stasiun Bugis. Di situ nggak ada petugas tiket. Tiket dibeli sendiri di mesin tiket yang mirip kayak mesin ATM.

Gue dan Ace pun ngeliatin orang-orang yang menggunakannya terlebih dahulu. Setelah merasa paham, kami pun menyoba mesin itu. Seperti sudah diduga, kami tidak berhasil pada percobaan pertama. Nggak tau harus masukkin duitnya di mana.

Menjauhlah kami beberapa langkah dari mesin itu dan kembali menatap orang-orang yang sedang menggunakannya. Gue liatin tuh dari kejauhan gimana mereka makenya, dengan harapan saat itu nggak ada orang yang bakal teriakin gue copet. Sebab gue sadar, secara tampang dan gerak-gerik sudah cukup mendukung untuk dibilang copet.

Daripada nyoba-nyoba nggak jelas dan disangka copet dari negeri sebrang, gue dan Ace memutuskan mendekati seorang bocah—mungkin bocah SMP—yang lagi berdiri sendirian di dekat situ. Bocah itu pun langsung memasang muka takut dan memegang dompetnya dengan erat. Melihat tampangnya yang masih lugu, kami membungkam niat untuk menyergapnya, lalu memilih untuk meminta bantuannya aja.

Diajarin deh tuh gue cara makenya yang ternyata semudah menjentikkan jari. Mesin itu akhirnya mengeluarkan tiket dan kembalian. 

Setelah sekitar 15 menit (yang harusnya nggak sampe 1 menit juga udah selesai), gue dan Ace masuk ke dalam stasiun, dan setelah menunggu tidak lama, MRT pun tiba tepat waktu. 

Kami turun di stasiun Marina Bay. Ternyata butuh berjalan kaki yang lumayan jauh lagi buat menjangkau Garden by The bay dari stasiun itu. Berjalanlah kami dikelilingi gemerlap gedung-gedung sejauh mata memandang. Kami sempat mampir ke Marina Mall. Mal itu luas banget. Entah sudah berapa banyak gue menyebut kata luas dan besar yang makin memperlihatkan ke-norak-an gue. Tapi ini beneran luas, sampe-sampe di dalem mal itu ada kanal macam di Belanda gitu.



Marina Bay Mall. Foto ini gue ambil dari wikipedia karena gue nggak sempet foto kanalnya.

Di Marina mall ada jalan yang menghubungkan langsung ke Garden by the Bay. Kami pun melewati jalan itu.

Garden by the bay itu ada taman, ya namanya juga garden. Taman yang cukup lapang dan luar biasa memukau dengan. Ada banyak yang bisa dijelajahi di situ, semisal flower dome, OCBC Skyway, SIlver Garden, Dragonfly lake, Sun Pavillion, dan masih banyak lagi.

Gue tidak banyak mengunjungi lokasi-lokasi itu karena keterbatasan waktu dan tenaga. Ya, gue sudah lelah. Selain dana dan waktu, ternyata kalau berjalan-jalan kaki mengelilingi kota Singapura itu butuh tenaga ekstra juga.

Sekitar pukul 10 malem, gue dan Ace pun naik MRT lagi menuju Hotel. Berakhirlah perjalanan Di Singapura pada hari pertama. Hari kedua akan gue posting di lain waktu.


Garden By The Bay



Tampak Singapore Flyer dari Garden


Marina By The Bay di malam hari

Super Tree