Rilis Buku: Coretan di Mata Waktu


Mari awali tulisan ini dengan mengucap hamdalah

hamdalah…

Alhamdulillah proyek buku yang sudah dikerjakan selama lebih dari 3 tahun akhirnya selesai juga. Proyek yang benar-benar menguras waktu, tenaga, dan pikiran gue.

Eh tapi nggak dikerjain selama 3 tahun juga sih sebenarnya, itu biar keliatan keren aja, biasanya kan semakin lama proses penulisannya semakin keren hasilnya.

Proyek ini adalah karya kolaborasi karena bukan cuma penyanyi yang bisa duet. Bukan cuma Duo Serigala yang bisa unjuk dada gigi. Gue dan Bepe, selaku penulis receh, bisa juga berduet dengan tulisan.

Awal proyek ini adalah 3 tahun lalu, pas gue dan bepe masih kelas 3 SMA. Sejatinya proyek ini milik bepe seorang. Waktu itu, dia pengen bikin kumpulan cerpen yang karakter-karakternya adalah siswa-siswi di kelas kami; IPS 1 atau biasa disebut Unodes.

Dengan semangat menggebu-gebu, satu per satu siswa pun dihidupkan menjadi karakter. Ketika proyeknya seenggaknya sudah mencapai 50%, dia kasih ke gue dan nyuruh gue baca, soalnya cuma kami berdua yang keliatannya tertarik dalam dunia tulis-menulis.

Kemudian sampailah dia terserang penyakit yang berbahaya bagi penulis; kemalasan dan ketidakpercayadirian. Ia ngerasa nggak pede dengan tulisannya dan ngerasa tulisannya cukup buruk untuk dijadikan sebuah buku.

Beberapa bulan kemudian kami udah lulus-lulusan. Proyek menuliskan anak-anak Unodes pun tidak selesai. Lalu ia masuk jurusan Sastra Indonesia, mendapat ilmu baru dan tulisannya pun jauh lebih baik. Lalu ia pun berniat membuat proyek baru dari nol, dan meninggalkan proyeknya sewaktu SMA. Alhasil proyek ini pun terlupakan. Dasar memang anak muda, kalau ada yang baru, yang lama pasti dilupakan. Huh!
*
Dua tahun kemudian, malam di pertengahan tahun 2015 masih sama seperti malam biasanya; gelap. (yaiyalah kalo malem gelap, kalo mau terang mah noh… palanya Zidane)

Saat itu gue lagi pengen membersihkan file-file nggak penting di dokumen laptop. Ketika gue buka my document ternyata emang banyak sampah-sampah bertebaran (baca: tugas kuliah) dan dokumen nggak penting lainnya.

Di saat itulah gue melihat sebuah file yang dipenuhi dengan lumut sedang terbaring di pojokan my document. Ia menyendiri, kesepian, dan tak tahu jalan pulang. Menilik dari banyaknya lalat yang mengerubunginya, ia tampak sudah tak pernah mandi selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pun bau tak sedap menyeruak bagai asap yang keluar dari cerobong.

Begitulah mengenaskannya keadaan file bernama ‘proyek’. Setelah gue buka file itu, ternyata itu berisi cerpen-cerpen yang tidak lain dan tidak bukan adalah proyek bepe yang enggak selesai 2 tahun sebelumnya.

Gue baca-baca lagi deh cerpennya. Kesan pertama setelah membaca cerpen itu lagi, ternyata bepe benar, cerpen-cerpennya emang nggak layak kalo dibukukan. Maklum masih awal-awal menekuni dunia menulis.

Tapi gue percaya, seburuk-buruknya ide yang sudah jadi karya, masih lebih baik daripada sebagus-bagusnya ide yang tidak dieksekusi. Menulislah seburuk-buruknya, mengedit sebaik-baiknya.

Timbullah ide di pikiran gue, daripada file ini cuma jadi gembel terabaikan, kenapa nggak di-publish jadi buku aja biar dia bisa hidup dengan tenang di atas kertas dan di pikiran pembaca. Apalagi sekarang ada wadah untuk menerbitkan buku secara mudah dan gratis; Nulisbuku.com—yang mana adalah wadah buku ini diterbitkan.

Di malam yang gelap itu, gue pun menyampaikan ide ini ke Bepe, lalu ia mengiyakan.

Gue pun mengumpulkan cerpen-cerpen lama gue yang nggak kalah jeleknya. Cerpen itu juga dibuat juga waktu masih awal-awal belajar nulis.

Setelah itu gue kumpulkan deh semua cerpen-cerpen buruk itu dan mulailah mengedit.
*
Cerpen-cerpen itu bener-bener buruk. Kalo lu nggak bisa bayangin seberapa buruknya tulisan itu, lu bayangin aja patkay sun gokong. Nah kayak gitu dah pokoknya.Tanda baca masih salah salah, banyak kalimat-kalimat yang nggak perlu, ide ceritanya belum kuat, dan sebagainya. Saking buruknya mungkin lebih banyak waktu gue yang dihabiskan pas ngedit dibanding pas nulis cerpen itu sendiri.

Tapi kesulitan bukan masalah berarti, sebab semangat berkarya gue lebih besar dari itu. Semangat itu seenggaknya bertahan hingga 1-2 bulan. Untuk selanjutnya, gue mulai kehabisan bensin. Gue udah nggak konsisten.

Saat ada waktu luang, gue lagi males nulis. Kalo lagi semangat nerusin proyek ini, guenya lagi sibuk. Kadang gue harus ngerjain tugas kuliah, kadang gue ngebantu orangtua gue, kadang juga gue harus ngebantu memerdekakan tawanan Abu Sayyad di Filipina. Jadilah proyek ini ketunda-tunda. Yang tadinya diperkirain selesai tahun 2015, ternyata harus tertunda sampai 2016.

Sulit ternyata menjaga konsistensi. Gue pun bertanya-tanya, gimana ya bisa sekonsisten gaya rambut Kak Seto? karna gue sadar bahwa di dunia ini nggak ada yang sekonsisten gaya rambutnya Kak Seto.

Pas 2016 barulah gue mengumpulkan semangat gue lagi dan bertekad menyelesaikan semuanya.

Akhirnya selesai jugalah di bulan Maret. Karena gue nggak bisa gambar, setelah itu gue pun mencari teman buat ngedesain cover dan ilustrasi di dalamnya. Gue pun menunjuk Therio, yang gue rasa bisa menyaanggupi dan kualitas gambarnya tidak perlu dipertanyakan lagi.
*
Buku ini terdiri dari 17 Cerita dan dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama adalah karya-karya bepe, bagian kedua adalah karya gue.

Gue menyumbang 8 cerita di sana dan ada 2 cerita yang gue benar-bener bikin dari nol untuk buat melengkapi cerpen ini. Sisanya, diambil dari cerpen-cerpen lama gue.

Terciptanya cerita-cerita ini terinspirasi dari banyak kejadian di sekeliling gue. Seperti di cerpen berjudul “Pilihan Tuhan tak akan salah”, itu terinspirasi dari kisahnya Soekarno bersama Mien Hessel, dan juga kisah temen gue bernama Mamat. Di cerita itu, Mamat menembak seorang cewek. Di kejadian nyata hal itu memang terjadi, walaupun ceritanya nggak sama persis dengan aslinya. Meski banyak cerita di sini adalah fiksi, sejumlah temen SMA gue pasti sadar ada beberapa fakta terselip di beberapa cerita.

Di cerpen “Daun yang Gugur Sebelum Waktunya”, karakternya adalah seorang yang ceritanya suka menulis puisi. Di cerita ini sebetulnya pengen menuangkan kecintaan gue dalam berpuisi. Di situ gue juga meminjam puisi “Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi Djoko Damono dan “Hujan dan Hadiah Ulang Tahun” karya Aan Mansyur, sedangkan sisanya gue buat sendiri.
*
Pakem yang ada, untuk judul buku kumpulan cerpen biasanya diambil dari salah satu judul yang ada di dalem buku. Tapi buat proyek ini, “Coretan di Mata Waktu”, nggak diambil dari salah satu cerpen.

Coretan di Mata Waktu gue pilih karena filosofinya sesuai dengan garis besar konsep pada buku. Cerpen-cerpen di buku ini kan karakternya teman-teman SMA gue dan Bepe, beberapa setting gue bayangkan di sekolah kami, dan bahkan ada sedikit kisah yang diselipkan dari dunia nyata sewaktu SMA, maka secara tidak langsung kami berusaha mengantar teman-teman SMA kami kembali ke masa lalu, walau hanya dalam cerita fiksi.

Mata waktu di sini maksudnya adalah waktu selalu melihat dengan matanya kejadian-kejadian yang pernah kita lalui, kejadian pahit, manis, dan seterusnya. Namun ada kalanya kita lupa kejadian-kejadian itu. Atau kata Latin Proverb “Verba Volant, Scripta Manent”, which means, “Spoken words fly away, written words remain.”

Nah, maka dengan menulis/memberikan coretan di mata waktu, gue berusaha untuk mengabadikan kenangan yang telah lewat, meski, sekali lagi, ini bukan kisah nyata namun hanya cerita fiksi.
*
Seperti dari awal gue bilang, kumpulan cerpen ini sejatinya berkarakter dari temen-temen Unodes. Jadi buat temen-temen Unodes, selain sholat 5 waktu, membaca buku ini hukumnya juga wajib. Bukan cuma Unodes, beberapa anak Smada juga ada dalam cerita, jadi wajib beli juga. Tapi buat temen-temen gue lainnya yang punya uang lebih dan waktu luang, jajankanlah buat beli buku ini

Harga buku ini Rp 58.000. Agak mahal emang, tapi jujur aja nih, keuntungan meteriil dari setiap terjualnya satu buku nggak lebih dari bayaran tukang parkir-yang-awalnya-hilang-namun-pas-kita-mau-keluar-tiba-tiba-dateng-deketin-motor-kita. Royalti terjualnya satu buku kalau gue pake kencing sekali di WC sekitaran Monas juga langsung abis.

Itu emang harga dasar dari nulisbuku.com yang udah mahal. Gue sama sekali nggak nyari untuk dari sini. Sebab tujuan utama gue cuma menyelamatkan cerpen ini dari keterabaian dan membuat ia bisa hidup abadi di pikiran pembaca.
*
Kalau kalian menyempatkan membaca buku ini, sungguh gue senang sekali. Kalau kalian setelah membaca menyempatkan buat nge-review kelebihan dan kekurangan buku ini, sungguh gue lebih senang lagi. Tulislah atau bilang ke gue secara langsung kesalahan-kesalahan sepele semacam typo atau apa pun yang ada di buku ini.

Yang tertarik buat beli buku ini, bisa langung di web Nulisbuku.

Tabik!
Previous
Next Post »
8 Komentar
avatar

kalo nerbitin di nulisbuku, kita dapet sampel bukunya gak bro?

Balas
avatar

Wih udah bikin buku! Semangat ya kak, semoga bisa bikin karya lainnya lagi. Ditunggu kabar baiknya.

J

Balas
avatar

selamat bro atas bukunya yang sudah terbit, semoga bukunya laris ya dan menjadi best seller di nulisbuku.com ^_^

Balas
avatar

gokil !!!
nyetok bukunya jem?
kalo iya gw mesen satu

Balas
avatar

ga nyetok sih, tapi nanti gua pesenin Do buat lu.

Balas