Nature Morte Vivante

Nature Morte Vivante
Salvador Dali's Painting (1956)

Setelah semalaman kita letih menerka-nerka,
terlalu pagi ini mempertemu kita dengan langit
lazuardi dan samudra lapis lazuli yang menjadi
latar pungung-punggung kita di meja makan.

Pramusaji sudah menghidangkan semua suguhan
yang kita kenan. Setelah itu kau tampak bingung
perihal siapa di antara kita yang memesan sebilah
pisau.

Mata pisau itu mengelip pandangnya ke nadiku,
sedangkan mata satunya berkedip ke lehermu.
Pisau selalu mencintai daging, dan jika ia sudah
mengecup dan melucup kulit yang ia cinta,
percayalah, kita takkan berubah menjadi domba
lalu dikenang pada hari raya,

Makanan belum tersentuh. Kau masih gamang,
meski anggur pelenyap getar sudah kutuang.
Benda tajam itu mengusikmu, lagi pula
perjumpaan macam apa yang memerlukan
pisau di tengah-tengah mereka, tanyamu.

Suatu hari kau akan paham bahwa rancung
pisau akan selalu diperlukan di tiap perjamuan.
Tepatnya jikalau sewaktu-waktu erat peluk
tak mampu menggugurkan musim dingin,
dan ketika suatu pertemuan sudah tidak lagi
butuh sepotong percakapan.