The Persistence of Memory

The Persistence of Memory (1931)
Di tubuh mimpi, kita menjebak waktu
dalam jam-jam dinding lebih dari satu.
Kita ragami mereka dengan rona yang
sukar ditampik ingatan; warna petang,
bulat bola mata, dan kelabu harapan.

Di luar mimpi, kita hanya kerinduan
yang enggan tatap-muka. Kehidupan kota
telah menjauhkan langkah kaki dan kesibukan
melelehkan semua waktu yang kita miliki.

Waktu paling manis; bercat oranye
karena darah dan tangis, habis
dikerubungi gerombol semut.

Waktu lainnya suluh bulan dan
berjatuhan di berbagai tempat;
di ranting pohon yang dikalahkan
kemarau panjang, di selimut yang
dulu kerap dipakai untuk menyingkap
tubuh kita, di ujung batu yang siap
lebur mengempas tanah.

Kita pun hanya bisa memandang
pengingat waktu bertumbangan
dari langit, seraya mempertanyakan;
leleh waktu atau lelah kau dan aku
yang menghabisi seluruh jam dinding?




────────────────────
-Puisi ini terinspirasi dari lukisan Salvador Dali
-Tersiar di Pikiran Rakyat edisi Minggu, 20 November 2016. Dapat dijumpai pula di situs Klipingsastra
Previous
Next Post »
0 Komentar