Image: cultivatingculture |
Dewasa ini, kita setuju pasti dunia pertelevisian Indonesia
mengalami degradasi dalam hal kualitas. Banyak “orang-orang televisi” hanya
bergerak dalam jalur kapitalisme dan hanya mengutamakan peringkat rating-share
saja, mengutamakan komersil dan melupakan tujuan untuk mencerdaskan penontonnya.
Bicara soal industri, tentu hal itu sah-sah saja. Karena pada dasarnya industri
berorientasi pada bisnis.
Tapi yang pengen gue bicarakan di sini bukan hal itu. Tulisan
ini berangkat dari kegeraman gue terhadap penyesoran di dunia pertelevisian
Indonesia yang makin ke sini makin lebay aja.
.
Waktu itu salah satu stasiun tv sedang menayangkan film The
Avenger. Pada satu scene gue liat tayangannya berubah jadi hitam putih. Awalnya
gue kira kerusakan ada di stasiun TV-nya atau malah di mata gue, tapi tayangan
hitam-putih itu kembali hadir di beberapa scene berikutnya. Hingga akhirnya gue
mendapat kesimpulan bahwa hitam putih itu ternyata untuk menyensor ‘Darah’!
Jadi sekarang kalau ada gelimang darah yang mengucur dari
tubuh bakal ada penyensoran hitam-putih. Gue sendiri baru tau, entah ini udah
lama atau baru, maklum soalnya gue sejatinya jarang menonton film di TV.
Itulah kelebayan pertama menurut gue. Masalahnya darahnya
itu, cuma semisal darah abis berantem lalu jatoh atau kejedot tiang, terus di
dahi mengeluarkan darah. Bukan darah bekas tikaman belati, tindakan sadistis, atau pun darah perawan. Bukan.
Ke-lebay-an yang kedua adalah menyensor dada. Kalau dada
manusia sih oke aja ya, tapi ini dada Shizuka yang pake bikini aja disensor.
Yang lebih absurd, Sandy yang hanya seekor tupai pun terkena imbasnya. Sandy
make beha sama sempak aja disensor, terus Spongebob telanjang juga disensor. YA
ALLAH ORANG MACAM APA DI DUNIA INI YANG NAFSU SAMA MEREKA? HAH??!!
Sabar Jem sabar…. *ngelus-ngelus dada* *dadanya Raisa*
Penyensoran ini malah bisa jadi pemicu anak-anak mendekati
hal yang sebenarnya dihindari. Maksudnya gini, semisal tadi penyensoran
terhadap bikini Shizuka. Kalo nggak disensor, anak-anak bakal lurus-lurus aja
nontonnya tanpa berpikir apa pun. Sedangkan ketika Shizuka berbikini disensor,
hal itu malah menimbulkan pertanyaan di benak si anak dan kemudian si anak pun
mulai mencari kenapa? ada apa? di mana? dengan siapa? semalam berbuat apa?
Secara tidak langsung hal itu pun menjadi awal anak untuk mencari tahu alasan di balik tubuh perempuan yang disensor tersebut.
Secara tidak langsung hal itu pun menjadi awal anak untuk mencari tahu alasan di balik tubuh perempuan yang disensor tersebut.
Hal lainnya yang disensor adalah rokok, yang gue bilang
sangat tidak penting. Pas ada scene orang ngerokok, kemudian rokok itu
disensor, emangnya terus orang-orang bakal nganggap adegan orang ngerokok itu adalah
adegan orang lagi ngisep knalpot kopaja? kan kaga, orang-orang tetep akan tau
kalo orang itu lagi ngisep rokok, sekalipun disensor.
Mungkin menyensor rokok lebih ditujukkan kepada anak-anak
yang masih polos agar mereka nggak terjerumus mencoba menghisap rokok. Namun
apa dengan menyensor rokok itu bisa jadi jaminan anak-anak nggak menyentuh
rokok? sedangkan di kehidupan nyata orang ngerokok bertebaran dan bisa
ditemukan di mana-mana kayak tukang tahu bulet.
Penyensoran lainnya bisa berbentuk pemotongan pada adegan
kekerasan, yang lagi-lagi gue nggak setuju karena itu bisa menghalangi keseruan
atau pun kreatifitas yang berusaha diciptakan sang creator. Terakhir gue nonton
film Spongebob dan Naruto, sejumlah adegan baku hantam di situ udah dipotong.
Bukan hanya di perfilman, belom lama ini marak terdengar KPAI ingin memblokir game online di Indonesia. Alasannya karena beberapa game online berisikan adegan kekerasan dan mengandung unsur negatif lain bagi perkembangan anak.
Gue melihat fenomena ini sebagai kepanikan mereka-mereka di sana terhadap perkembangan generasi bangsa. Barangkali besok kalo ada berita anak membunuh temannya dengan melempar batu, semua batu di layar tv langsung disensor.
Mungkin maksud KPI, KPAI, atau LSI emang baik, untuk menyelamatkan generasi
Indonesia, tapi mereka melakukan berbagai bentuk penyesoran, sedangkan
sinetron-sinetron seperti Ganteng-ganteng Seringgila, Anak Jajanan, atau
sinetron lainnya bisa tayang bebas sampai beratus-ratus episode.
Padahal, gue percaya, bahwa perilaku anak dibentuk dari apa
yang dia lihat dan alami secara berulang-ulang.
Waktu gue kecil dulu, Tamiya dengan dynamo kilikan aja udah
barang mewah yang diidam-idamkan anak-anak karena tontonan gue dulu adalah
let’s and go atau beyblade atau crash gear. Zaman sekarang mah anak kecil
mintanya dibeliin motor karena persepsi anak zaman sekarang yang dibentuk penonton
sinetron semisal Anak Jajanan menganggap punya motor adalah sesuatu yang keren.
Belum lagi di sinetron-sinetron selalu menampilkan remaja
yang kerjaan pacaran mulu di sekolah, pakai mobil sport, dan tinggal di rumah
mewah. Padahal hidup nggak se-sinetron itu, dek~
Lepas dari sensor-menyensor, satu lagi yang menganggu gue di televisi adalah iklan Mars Perindo. Bayangkan kalo mars itu didengar oleh anak-anak yang tidak mengerti tentang politik secara terus menerus, bisa-bisa anak zaman sekarang lebih inget Mars Perindo daripada Indonesia Raya.
Jangankan anak-anak, gue aja yang nggak pernah ada niat secuil pun buat ngapalin jadi terngiang-ngiang mulu di kepala...
Majulah seluruh rakyat Indonesia... Arahkan pandangmu ke depan... Raihlah mimpimu bagi nusa bangsa... Satukan tekadmu untuk masa depan.... owuwuouwo~
ah kan gue jadi kelepasan nyanyi, racun dunia dah lagu emang ini.
Harapan gue sebetulnya acara-acara televisi bisa
dikembalikan seperti dulu lagi tanpa ada sensor-sensor absurd dan tidak perlu.
Karena hal itu sejatinya hanya memenjarakan kemerdekaan penonton aja. Lebih bijak lah dalam menyensor.
Disamping itu yang hidup di Indonesia itu bukan cuma anak-anak, ada anak konda juga. Pun yang ingin
menikmati hiburan di layar kaca bukan cuma anak-anak. Tentu di masalah anak,
orang tua mempunyai peranan penting mengawasi tontonan anaknya.
Yak itulah akhir postingan ini. Usai sudah opini seorang rakyat jelata yang tidak tahu
menahu banyak perihal di dunia pertelevisian Indonesia. Maafkan opini yang sok
tahu ini. Saran gue buat KPI dan LSI sih banyak-banyakin piknik aja deh, jangan
kerja mulu.
Tapi kalau KPI dan LSI masih melanjutkan sensor menyensor
sebagai upaya menyelamatkan generasi bangsa, jangan kaget di masa depan nanti layar
tv di Indonesia isinya sensoran semua, dan yang boleh terlihat cuma muka dan
telapak tangan, udah kayak batas aurat wanita.
Jangan-jangan pembluran ini bertujuan menutupi fakta bahwa Shizuka adalah seorang lady boy... #misteri |
Besok-besok putri duyung mesti pake mukena biar nggak disensor |
Make kebaya aja disensor. Kalau Kartini hidup di zaman sekarang pasti dia sering kena sensor tuh. |
ini paling absurd sih. |
Konten 18++ |
Sumber foto: www.Brilio.net
2 Komentar
gue jarang nonton tv, tp setelah baca ini gue jd merhatiin, masa tatto aja disensor -_-
BalasWah baru tau juga tuh gue. Emang deh makin ke sini makin berlebihan aja...
Balas