Puisi Descendent of the Sun part 2



Melupa atau Meluka?
-kepada Yo Shi-Jin

Kita sedang berupaya saling melupakan
atau kita hanya melukakan diri kita masing-masing?

Terakhir kita berjumpa adalah di sebuah kafe. Tak banyak orang
di sana, kita duduk di dekat kaca dan di dekat rasa nyeri yang
mengumpat di dada. Tak kau tampakkan menariknya sungging
senyummu dan lelucon aneh yang selalu kunantikan itu.

Setiap kau mulai pergi, diriku selalu diterpa badai tanda tanya.
: Ke mana pria yang menarik perhatianku itu menghilang?
Apa yang dia lakukan?

Tapi saat kita bertemu, kau tak mengatakan apa pun
padaku. Itu dilarang, kan?

Senang mengenalmu,” ucapmu pada akhirnya,
selamat tinggal.

Tikaman tepat di sanubari sesaat kata terakhirmu itu
terlontar sebelum aku beranjak dari tempat duduk. Entahlah,
bukankah kepergian ini aku yang menginginkan? Mengapa
aku pula yang harus merasakan sakit paling mendalam?

Aku pergi, tanpa meninggalkan setetes airmata. Meski tanpa
rinai di pelupuk, jangan berpikir kalau aku akan baik-baik saja.
kesedihan paling mendalam justru ada ketika seseorang harus
pura-pura menahan tumpah airmata demi menunjukkan
siapa di antara siapa yang tampak lebih kuat menyambut kepergian.

Kalau kukatakan ini langsung padamu, apa kau setuju denganku?
Apa kau merasakannya juga?
   
Kepalaku telah kubelikan penghapus untuk membersihkan
segala hal yang menyangkut namamu. Namun kurasa 
seluruhmu noda permanen. Semakin aku berusaha melupakan, 
diriku seperti meminum racun yang kubuat sendiri, 
dengan harap kematianmu di kepalaku segera tiba.

Padahal kau tak pernah menitipkanku suatu apa.
Hanya ingatan satu-satunya pemberian yang kau tinggalkan.
Ah, barangkali itulah mengapa ia bernama ingatan.
Ingatan tidak diajarkan untuk melupa.
Bila dipaksa, ia cuma akan memberi duka. 

Untuk bisa melupa, aku belajar membenci.
Aku benci kau. Aku benci senyummu.
Aku benci kau yang kerap meninggalkanku tiba-tiba.
Aku benci kau yang tak pernah memikirkan perasaanku
dan bahkan kerap tak memikirkan perasaanmu sendiri.
Aku benci segala tentang kau.

Aku sungguh benci kau. Tapi sialnya, kebencianku jauh
lebih sedikit dan tidak akan pernah cukup untuk
melampaui rasa inginku bersamamu.

Previous
Next Post »
0 Komentar