Membaca Sebagai Jalan Orang-Orang Malas

A cat caught reading Tolstoy

Saya senang membaca. Membaca buku, majalah, komik, maupun membaca status-status orang di media sosial. (entah yang terakhir ini bisa dikategorikan sebagai aktivitas membaca atau tidak)

Kegemaran saya membaca ini udah muncul dari SD. Semua bacaan saya waktu SD adalah komik-komik jepang semacam Naruto, Doraemon, Yu-gi-oh, Eyeshield 21, dan lain-lain.

Semakin saya beranjak dewasa saya semakin mengurangi bacaan komik dan menyentuh novel. Saya nggak ingat pasti kapan saya mulai membaca novel dan novel apa yang pertama saya baca. Seinget saya, pas SMA barulah saya membaca novel yang sebagain besar adalah novel metropop Ilana Tan, Ika Natassa atau buku-buku Raditya Dika. Itu pun aktifitas membaca saya nggak rutin. Tergantung mood aja, kadang bisa dua bulan sekali, empat bulan dua kali, atau enam bulan tiga kali (Lah sama aje tong).

Ketika lulus dan mulai berkuliah, dan sudah mulai dikit-dikit nulis, barulah bacaan saya bertambah dan rutin. Saya mulai bersentuhan dengan sastra. Sejak itu dalam satu hari, saya menganggap waktu yang saya punya adalah 23 jam. Artinya, satu jam lagi, sudah diwajibkan untuk membaca.

Banyak orang berpikir kalau membaca membuat orang menjadi pintar. Tapi menurut saya malah sebaliknya. Membaca membuat kita semakin bodoh. Tepatnya, menyadarkan kita bahwa kita itu bodoh. Begitu banyaknya hal di dunia ini ternyata yang tidak kita tahu.

Filsuf sebijak Socrates pun menyadari hal ini. Ia pernah berkata pada dirinya sendiri bahwa dia hanya tahu satu hal, yakni bahwa dia tidak tahu apa-apa. Jadi barangkali orang yang bijak itu bukanlah orang yang tahu segala hal, tetapi seorang yang sadar akan kebodohan dirinya. Makanya ia mencari tahu dan mencari tahu.
Tahu bulat, digoreng dadakan~

Orang-orang juga berpikir membaca adalah kegiatan dari golongan orang-orang rajin. Tapi nggak juga sih. Membaca adalah jalan bagi pemalas untuk menikmati waktu. Ketika saya lagi hanyut dalam banyak buku, saya malah malas untuk menulis. Makanya saya mengkambinghitamkan kesenangan membaca atas ketidakproduktifan menulis di tahun 2016.

Dampak dari kesenangan membaca juga membuat saya malas menabung. Setiap orang setidaknya pasti punya satu hal yang ia rela menghabiskan banyak uang pada sesuatu itu tanpa menyesalinya; ada yang senang menghamburkan uang buat jalan-jalan, ada yang buat beli sepatu atau baju, ada yang buat beli buku. Nah saya yang terakhir itu. Sebagian besar uang saya dihabiskan untuk membeli buku. Dan saya tidak menyesalinya.

Padahal di rak masih banyak buku yang belum dijamah. 20an buku mungkin yang mengemis-ngemis minta dibaca. Tapi tetap saja beli buku lain. Lemah syahwat rasanya kalau melihat buku-buku bagus dengan harga jatuh.

Sebenarnya kalau mau, di internet juga banyak buku-buku digital yang bisa diunduh gratis. Tapi saya lebih suka buku fisik. Saya mengandaikan buku adalah perempuan. Jika baca buku digital, ibaratnya, kita hanya bisa melihat perempuan itu ngomong menunjukkan ekspresi seksinya. Ya macam di bigo-bigo lah. Paling banter kita ngetik “turunin dikit dong~”, lalu kita hanya bisa melihat dari layar gawai si perempuan menunjukkan tubuh moleknya.

Kalau membaca buku fisik, dengan sedikit membayar, kita bisa bawa pulang perempuan itu dan perempuan itu bisa diapain aja. Boleh dibuka-buka, disentuh, ditidurin, diapain aja deh pokoknya~

Jadi intinya adalah: Jauhi narkoba dan seks bebas!

(((APAAN ANJAS)))

Membaca membuat orang jadi malas; malas membuka buku pelajaran. Walaupun judulnya sama-sama membaca, tapi membaca buku teks kayaknya beda banget sama karya-karya sastra. Gaya bahasa di buku teks terlalu kaku dan hanya mengedepankan kemampuan otak. Tidak seperti karya sastra merangsang otak dan juga perasaan. Mestinya buku-buku teks itu ditulis dengan bahasa sastra yang mengalir juga sih biar nggak bosen dibaca.

Membaca juga membuat saya malas bersosialisasi. Nggak sampai anti sosial juga sih, cuma membikin saya menjadi semakin introvert. Dan saya bangga.

Sebab membaca, dan juga menulis, adalah dua hal yang tidak bisa saya lakukan kalau ada orang-orang berkeliaran di sekitar saya. Maka dari itu, saya lebih sering dan lebih suka menghabiskan waktu sendiri di kamar.

Itulah cara saya berdamai dengan kesendirian. Kalau kau tahu cara berdamai dengan kesepian, percayalah, kau malah tidak rela meninggalkan kesepian itu, dan hidup tanpa pasangan pun bukan lagi sebuah keresahan besar.
−−−
Menurut data statistik Goodreads, tahun ini saya sudah membaca 64 buku dari 63 buku yang ditargetkan di awal tahun. Ini menjadi jumlah terbanyak yang pernah saya baca. Saya tuliskan daftar buku-buku itu, siapa tahu kau ingin tahu. Tahu bulat, digoreng dadakan~








Itulah buku-buku yang menghabiskan banyak waktu saya di tahun 2016. Walau menghabiskan banyak waktu, saya tidak akan kapok melakukan hal itu lagi.

Setidaknya saya menghabiskan waktu untuk hal yang mulia nan berfaedah. Tapi apa benar banyak membaca berfaedah? Memangnya buku-buku itu akan membawamu ke mana?

Kalau ada orang yang bertanya seperti itu kepada saya, saya pun dengan tegas akan menjawab: Tentu buku-buku itu akan membawa saya ke… ke… ke mana ya? *garuk-garuk kepala*

Ya saya tidak tahu juga ke mana buku-buku itu akan membawa saya. Yang penting saya senang melakukannya, dan barangkali menambah satu-dua pengetahuan baru buat saya.

Tahun depan saya beresolusi akan membaca lebih banyak buku klasik. Saya juga akan memasang target 42 buku untuk dilahap.

Mangsa tahun depan
Target berkurang dari tahun-tahun sebelumnya karena saya mempertimbangkan akan membaca buku-buku tebal yang sudah lama ada di rak, semisal Cantik Itu Luka-nya Eka Kurniawan, Burung-burung Manyar-nya Y. B Mangunwijaya, The Prague Cemetery-nya Umberto Eco, War and Peace-nya Tolstoy, buku-buku Pram dan Murakami (Kalau ini tiap tahun wajib dibaca), dan lainya menyusul. Ditambah lagi, kemungkinan waktu akan banyak tersita di semester 6 nanti untuk mengerjakan Penelitian Ilmiah.

Seperti saya bilang sebelumnya, saya baru menyentuh dunia sastra selepas lulus SMA. Dalam hidup, pasti ada beberapa hal yang kita sesali di hari lalu. Kalau saya, salah satu yang saya sesali di hari lalu adalah, tidak mengenal karya-karya sastra lebih dini.

“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai” -Pramoedya Ananta Toer

Previous
Next Post »
1 Komentar
avatar

Bermain Sebagai Jalan Orang-Orang Malas

Balas