Pelesir ke Singapura


6 November 2015 bisa ditulis sebagai tanggal bersejarah bagi hidup gue. Pada tanggal itulah gue pertama kali bisa berjalan-jalan ke negeri seberang, hari itu pula gua pertama kali bisa naek pesawat!
Salah satu pencapaian besar bagi seorang pengangguran yang sembunyi di balik kata mahasiswa kayak gue gini.

Perjalanan gue ke Singapur ini nggak akan terjadi tanpa Cornetto. Cornetto-lah yang membiayai semuanya mulai dari tiket pesawat Garuda pulang-pergi Jakarta-Singapur, nginep di hotel bintang 3, tour ke beberapa tempat di Singapur, malah sampe dikasih uang saku juga. Sumpah Cornetto ini baiknya nggak nanggung-nanggung. They exactly know how to treat their customer perfectly.

Jadi gue adalah salah satu pemenang yang beruntung menonton langsung konser Taylor Swift di Singapur, dan setiap pemenangnya dapet 2 tiket.

Tadinya gue mau ngajak adek gue, tapi berhubung dia sekolah dan nggak boleh sama nyokap gue. Alhasil gue ngajak satu temen gua yang bernama Ace. Gue ngajak dia karena dari kebanyakan temen gue, kayaknya dia doang yang kesibukannya cuma pacaran sama maen COC. Ditambah lagi, kalo diliat-liat muka dia udah sebelas-dua belas sama patung merlion. Pas.

Perjalanan dimulai pukul 3 pagi di hari Jum'at, gue dan Ace udah berangkat ke Bandara dari Depok naik bis, turun di terminal 2. 
Oh iya, sebelum hari-H, 150 pemenang Cornetto sudah dibagi menjadi 4 kelompok; kelompok A, B, C, dan D. Masing-masing dipimpin oleh satu tour leader. Gue ada di kelompok A dan tour leadernya adalah Mas Antonious.

Sekitar pukul 8, pesawat kami terbang menuju Singapur. Satu setengah jam kemudian mendarat di Changi Airport. Kesan pertama sampai di Changi yaitu bandara ini besar banget!!! Oke mungkin gue norak, tapi bener deh ini bandara gede banget. Kalau aja lo jalan kaki dari terminal bandara ke pintu keluar Changi, gue yakin pulang-pulang lo langsung jadi atlet.

Changi Airport

Di sana gue sudah ditunggu bis yang akan mengantar selama tour di Singapur. Ada tour leader lain lagi ternyata, namanya bu Harban, orang asli Singapura keturunan India. Selama tour, beliau memberikan informasi umum tentang seluk-beluk negeri Singapur.

Yang kayak UFO itu gedung Mahkamah Agung Singapura

Kegiatan pertama saat sampai di singapur adalah menuju sebuah restoran untuk santap siang. Restoran itu berada di sebuah mal, tidak terlalu besar, dan menyiapkan makanan prasmanan khas Indonesia.

Setelah kenyang, kami mengunjungi Merlion Park. Belum sah rasanya kalau ke Singapur belum foto sama patung Merlion, ibaratnya kayak makan sate, tapi nggak pake tusukannya. Nah lo pikirin deh tuh rasanya.


Air Merlionnya mati, belom bayar listrik kayaknya

Gue bersama sosok yang bernama Ace


Menatap masa depan

Sehabis dari Merlion, kami kembali ke bis dan berjalan melewati Esplanade, Rafles Landing Site, dan China Town. Semua dilewati dengan keadaan jalanan yang lancar, nggak macet kayak di Jakarta. Paling macet-macet dikit doang. Di Singapur itu pertumbuhan kendaraannya nggak se-brutal di Jakarta. Di sana kebanyakan penduduknya lebih memilih naik transportasi umum. Murah dan nyaman. 

Lagipula kalau mau beli mobil pribadi di Singapur, harus punya sertifikat kepemilikan mobil yang harganya cukup mahal. Makanya banyak yang lebih memilih transportasi umum. Satu hal kesamaan yang dimiliki Singapur dan Jakarta yaitu panasnya. Ternyata di Singapur panasnya nyengat juga. Panas cuaca ditambah lagi 'panasnya' turis-turis asing dan penduduk lokal.

Sekitar pukul 4 sore, kami berhenti sebentar di salah satu pusat perbelanjaan besar dengan harga bersaing; Bugis. Andai dibandingkan sama Jakarta, Bugis ini mungkin mirip dengan Pasar Tanah Abang. Cuma soal kebersihan dan ketertiban, ya beda jauhlah ya~

Abis dari Bugis, gue dan rombongan menuju Hotel Lavender, hotel yang akan menjadi tempat kami menghabisakan 2 malam di Singapur.

Rachor River, beberapa meter deket hotel Lavender

Andai saja Jakarta lengang kayak gini


We were going to Victoria Street

Sampai di kamar hotel, gue dan Ace buru-buru membersihkan diri buat meluncur lagi menyusuri kota. Pada jam itu tiap peserta rombongan diberikan kebebasan untuk menuju tujuan yang diinginkan. Kami memilih untuk belanja oleh-oleh di Bugis lagi. Kali ini dengan berjalan kaki sembari menikmati tentramnya kota Singapur.


Kota yang nyaman untuk pejalan kaki


Becak singapur?

Mural-mural artistik yang gue temui di perjalanan kaki menuju bugis

bapa mana bapa~


'what the fuck are you looking at, boy?'
Malamnya, gue dan Ace berniat Garden by the Bay. Karena letaknya yang jauh, kami pun harus menaiki transportasi umum. Singapur adalah salah satu negara yang mempunyai transportasi local yang bersahabat dengan turis. Dan yang menjadi transportasi andalan negara ini adalah MRT (Mass Rapid Transit); kereta bawah tanah yang bisa bikin lo bergerak dari satu titik ke titik lain kota Singapura dengan cepat.

Setelah bertanya-tanya di mana lokasi stasium terdekat dari tempat gue saat itu, gue pun sampe di stasiun Bugis. Di situ nggak ada petugas tiket. Tiket dibeli sendiri di mesin tiket yang mirip kayak mesin ATM.

Gue dan Ace pun ngeliatin orang-orang yang menggunakannya terlebih dahulu. Setelah merasa paham, kami pun menyoba mesin itu. Seperti sudah diduga, kami tidak berhasil pada percobaan pertama. Nggak tau harus masukkin duitnya di mana.

Menjauhlah kami beberapa langkah dari mesin itu dan kembali menatap orang-orang yang sedang menggunakannya. Gue liatin tuh dari kejauhan gimana mereka makenya, dengan harapan saat itu nggak ada orang yang bakal teriakin gue copet. Sebab gue sadar, secara tampang dan gerak-gerik sudah cukup mendukung untuk dibilang copet.

Daripada nyoba-nyoba nggak jelas dan disangka copet dari negeri sebrang, gue dan Ace memutuskan mendekati seorang bocah—mungkin bocah SMP—yang lagi berdiri sendirian di dekat situ. Bocah itu pun langsung memasang muka takut dan memegang dompetnya dengan erat. Melihat tampangnya yang masih lugu, kami membungkam niat untuk menyergapnya, lalu memilih untuk meminta bantuannya aja.

Diajarin deh tuh gue cara makenya yang ternyata semudah menjentikkan jari. Mesin itu akhirnya mengeluarkan tiket dan kembalian. 

Setelah sekitar 15 menit (yang harusnya nggak sampe 1 menit juga udah selesai), gue dan Ace masuk ke dalam stasiun, dan setelah menunggu tidak lama, MRT pun tiba tepat waktu. 

Kami turun di stasiun Marina Bay. Ternyata butuh berjalan kaki yang lumayan jauh lagi buat menjangkau Garden by The bay dari stasiun itu. Berjalanlah kami dikelilingi gemerlap gedung-gedung sejauh mata memandang. Kami sempat mampir ke Marina Mall. Mal itu luas banget. Entah sudah berapa banyak gue menyebut kata luas dan besar yang makin memperlihatkan ke-norak-an gue. Tapi ini beneran luas, sampe-sampe di dalem mal itu ada kanal macam di Belanda gitu.



Marina Bay Mall. Foto ini gue ambil dari wikipedia karena gue nggak sempet foto kanalnya.

Di Marina mall ada jalan yang menghubungkan langsung ke Garden by the Bay. Kami pun melewati jalan itu.

Garden by the bay itu ada taman, ya namanya juga garden. Taman yang cukup lapang dan luar biasa memukau dengan. Ada banyak yang bisa dijelajahi di situ, semisal flower dome, OCBC Skyway, SIlver Garden, Dragonfly lake, Sun Pavillion, dan masih banyak lagi.

Gue tidak banyak mengunjungi lokasi-lokasi itu karena keterbatasan waktu dan tenaga. Ya, gue sudah lelah. Selain dana dan waktu, ternyata kalau berjalan-jalan kaki mengelilingi kota Singapura itu butuh tenaga ekstra juga.

Sekitar pukul 10 malem, gue dan Ace pun naik MRT lagi menuju Hotel. Berakhirlah perjalanan Di Singapura pada hari pertama. Hari kedua akan gue posting di lain waktu.


Garden By The Bay



Tampak Singapore Flyer dari Garden


Marina By The Bay di malam hari

Super Tree



Alasan Banyak Orang Menganut JKT-isme


Theater JKT48 (Sumber foto)

ai won yuuu~
ai nid yuuu~
ai lop yuuu~

Siapa coba yang nggak tau lagu itu? Kalangan cowok-cewek dari bocah bau kencur yang kencingnya belom pada lurus, para pekerja kantoran, sampai yang udah punya anak-cucu, semua ada dalam kerumunan fans Jeketi yang biasa disebut dengan wota.

Wota ini terus bertambah pesat layaknya suatu aliran agama. Kalau lo buka twitter dan liat fanbase-fanbasenya, beuh… banyaknya bukan main! ada JKT48 Depok, JKT48 tegal, sampai JKT48 Makassar. Pokoknya fansnya udah nyebar deh di seluruh Indonesia. Yang belum gue temuin paling fanbase jeketi dari ambon, pare-pare, dan sekitarnya aja yang memang belum terjamah oleh jeketi forty eight. Dengan merebaknya fans jeketi yang cukup untuk membentuk suatu sekte ini, maka gue menyebut fenomena ini sebagai fenomena jeketi-isme.

Gue pernah menganut paham Jeketiisme juga waktu SMA. Bahkan gue lah yang menyebarkan jeketiisme di kelas gue—yang cuma berisi 7 orang anak laki-laki itu. Di kelas lain, ada juga penganut lainnya. Kami pun berkumpul  membentuk kelompok pens jeketi porty eight.

Hampir tiap bulannya kami menyempatkan nonton jeketi di fx, membeli stuff semacam poster, pin, dan berbagai stuff lainnya. 

Ada temen gue namanya Daniel Petromak—nama dan suara disamarkan—pernah ngasih gift ke Oshi (member favorit) sebuah boneka yang harganya 200 ribuan. Belum lagi temen gue si Acong dan Harry Tompel—nama dan suara masih disamarkan, penjual bakso boraks, dan pengumpul photopack bergambar member. Ada juga yang namanya Jodi Manusia Ubur-Ubur, yang sering ikut event-event yang diadain jeketi demi melihat oshi tercinta. Begitu banyak cara dan banyak uang yang dikeluarkan untuk menunjukkan loyalitas terhadap jeketi-isme ini.

Loyalitas kepada idol butuh uang yang tidak sedikit. Mereka yang gue sebutkan tadi cuma sebagian kecil dari kelakuan wota. Wota-wota lainnya mungkin ada yang udah menghabiskan uang sampe puluhan juta rupiah buat mendukung grup idol ini. Gile kan? duit puluhan juta udah bisa buat nyicil apartemen itu, broh.

Untungnya fanatisme gue dan rekan-rekan sejawat gue waktu SMA udah pudar setelah memasuki dunia perkuliahan. Tapi bukan berarti gue nggak suka lagi, gue masih suka ngedengerin lagunya, atau kadang nonton dari layar kaca.

Meliat fenomena jekeiisme, gue tertarik buat menelisik grup idol yang terus menyedot fans-fans ini. Gue pun meneliti dengan kemampuan sotoy gue tentang alasan banyak orang menyukai JKT 48.

1. Napas Baru Bagi Orang yang Suka Jejepangan
Warga Konohagakure (Sumber foto)
Banyak orang Indonesia adalah penikmat anime, manga, JAV, atau musik Jepang, sehingga kebudayaan Jepang udah akrab banget sama masyarakat kita.

JKT 48 adalah sister group AKB 48. Konsep yang dibawa pun semua adaptasi dari Idol Group asal jepang itu. Dari Seifuku (pakaian) yang biasa mereka kenakan, dan lagu-lagu Jeketi yang bergenre J-Pop. Sampai sekarang pun, lagu Jeketi hanya terjemahan lagu dari sister group mereka. 

2. Membernya Adalah Sekumpulan Gadis-Gadis Cantik nan Kawaii

Jangan heran kalau wota itu kebanyakan adalah kaum lelaki. Sudah sewajarnya bagi kaum lelaki menyukai lawan jenis yang cantik. Apalagi membernya ini kebanyakan masih remaja. Lucuk-lucuk.

Bukan berarti jeketi tak punya fans dari kaum hawa. Pertama kali gue nonton langsung jeketi di theaternya, fans cewek masih bisa diitung dengan jari. Tapi sekarang kalo mau ngitung fans cewek, gue harus minjem jari temen gue dulu buat ngitung.

3. Konsep “Idol You Can Meet Everyday”

Ya, Jeketi mengusung konsep “idol yang dapat kita temui setiap hari”. Memang benar, hampir setiap hari kita bisa menemui gadis-gadis unyu itu di theater mereka di FX. Ditambah lagi mereka mempunyai event-event yang membuat fans dan idola semakin dekat. Event-event itu di antaranya; main futsal bareng member, main basket bareng member, dan juga Handshake dan event 2 shot.

Apa itu event handshake dan 2 shot?

Handshake adalah event di mana lo bisa salaman sekaligus ngobrol-ngobrol dikit secara langsung sama member yang lo mau selama 10 detik.
Atau mau nambah jadi 1 menit? Bisa.
1 jam? Bisa.
atau mau 2 x 45 menit? Bisa juga!

Enak banget kan ya?

Eiitt… tunggu dulu. Tentu semua nggak gratis. Lo mesti beli CD-nya dulu. Nah di dalam kaset itu nanti ada tiket buat sekali handshake. Kalo lo mau handshake sambil ngobrol selama 2 x 45 menit sampe bibir lo kecengklak, lo itung sendiri deh berapa CD yang harus lo beli.

Sedangkan event 2 shot adalah event di mana lo bisa foto berdua aja bareng oshi lo. Lagi-lagi nggak gratis (kalo mau gratis mah foto aje ama emak luh). Untuk mendapatkan tiket ini, lo harus beli dvd theater/konsernya dulu.

Karena itu, banyak fans jeketi yang rela membeli lebih dari satu kaset-kasetnya hanya demi bonus yang didapat di dalamnya. Sungguh strategi bisnis yang amat romantis. 

Jadi, seharusnya konsep yang tepat adalah “Idol You Can Meet Everyday If You Have Much Money”
salam-salaman event
Ini penampakan adek gue yang lagi two shot

4. Keberadaan Golden Rules 

Manajemen jkt48 punya peraturan buat para membernya. Meskipun gue nggak menemukan aturan ini secara tertulis di website official jeketi, tapi yang gue denger-denger dari para fans, produser jeketi punya aturan buat member-member 48 family.

Di antaranya para member tetap harus mementingkan pendidikan, dilarang merokok, dilarang ke diskotik, nggak boleh ngebales tweet dari fans, nggak boleh ngasih tanda-tangan sembarangan di luar event jeketi, dan yang terakhir, yang menurut gue menjadi alasan mengapa banyak orang yang nggak suka jeketi menjadi suka, dan yang suka menjadi makin cinta yaitu; Member jeketi NGGAK BOLEH PACARAN.

Hal ini seolah-olah membuat cowok-cowok berlomba-lomba memberi gift dan sering-sering nonton theater biar dikenal member, diperhatikan, lalu pada akhirnya  mereka berharap bisa meneruskan hubungan sebagai sepasang kekasih. NGIMPI!

Pernah di social media muncul foto member lagi foto berdua bareng cowok yang kemungkinan adalah pacarnya. Wota pun banyak yang kesal dan sedih udah kayak abis diselingkuhin. 
Hellow~
Lo itu cuma fans. Tugas lo cuma melihat perkembangan idola lo dan mendukung sampe sukses. Dan gue yakin diem-diem banyak member yang udah punya pacar. Ya biarin aja lah, itu kan kehidupan mereka. lagipula perihal cinta itu kan udah dijelaskan di pembukaan UUD bahwa cinta itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pelarangan cinta di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. 
(Sumber foto)

5. Lagu yang  Inspiratif Dan Lirik yang Begitu Mengunggah Semangat Positif

Alasan inilah yang membuat gue masih bertahan mendengarkan lagu Jeketi. Lagu Jeketi memberi warna baru dalam permusikan Indonesia. Di tengah lagu cinta Indonesia yang kebanyakan menye-menye, diksi pada lirik lagu Jeketi dibalut dengan kata-kata lebih puitis. Pesan-pesannya pun sirat akan hal positif. Bukan hanya tentang cinta-cinta anak remaja, melainkan juga tentang persahabatan, Harapan-harapan, dan perjuangan meraih cita-cita.

Perhatikan bait dari salah satu lagu JKT yang berjudul Nagai Hikari / Cahaya Panjang

Dari sekian banyak bintang
yang bersinar di langit malam
saat ini kan ku tunjuk
satu bintang yang paling penting 

Lirik ini bisa diartikan tentang seorang yang sedang memilih pasangan terbaik dari sekian banyak pilihan yang hadir dalam hidupnya. Namun dibanding berbicara langsung straight to the point, lirik jeketi ini lebih memilih menggunakan analogi-analogi, dengan bantuan objek; bintang dan langit malam.

Lanjut pada bait-bait pada lagu Shonichi / Hari pertama

Impian ada di tengah peluh
Bagai bunga yang mekar secara perlahan
Usaha keras itu tak akan mengkhianati.

Impian setelah air mata
Bunga senyuman setelah tangis berhenti
Kuncup yang berusaha keras pun akan mekar.

Pesan yang terkandung dalam lagu ini adalah keharusan kita untuk semangat pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Terdapat kata-kata yang menggunakan majas asosiasi pada kalimat “bagai bunga yang mekar secara perlahan”, yang kurang lebih kalimat itu menggambarkan kesuksesan yang di dapat tidak diraih secara instan seperti bunga yang mekar.
Ada pula majas personifikasi pada kalimat “usaha keras itu tak akan mengkhianati”.

Terakhir coba simak lagu River / Sungai

Mimpi itu selalu
Terlihatnya jauh
Dan jaraknya
Terasa tidak tercapai

Batu di bawah kaki
Ayo ambilah satu
Jadilah nekat
Dan coba lemparkan

Kenapa tiba-tiba suruh ambil batu di bawah kaki? Kenapa suruh lemparkan batunya? Entar kalo kena pala Barbie gimana?
Mungkin banyak orang yang berpikiran seperti itu. Tidak jarang juga banyak yang menganggap lirik-lirik jeketi tidak jelas.

Lagi-lagi liriknya menggunakan analogi. Menurut gue ‘batu’ di kalimat itu digambarkan sebagai penghalang/rintangan yang menjadi penghambat langkah kita (dalam meraih masa depan). Sehingga kita harus berani untuk membuangnya/menyingkirkannya.

Itulah beberapa penggal lagu jeketi yang begitu puitis. Coba dengerin lagu sakura no habiratachi, hikouigumo, sakura no shiroi, boku no sakura atau apalah, pokoknya masih banyak lagi yang menurut gue lagunya bagus dan puitis. Tak jarang, malah mungkin lo nggak bisa mengerti maknanya dalam sekali denger. Lain waktu mungkin gue bakal iseng mengkaji makna-makna di lagu jeketi lainnya.

Nah sekianlah hasil penelitian sotoy gue mengapa fans Jeketi terus berkembang biak seperti amuba yang membelah diri. Tulisan ini sebenarnya tersirat sedikit kegeraman gue dengan menejemen dan fansnya. Menejemen yang seolah menggunakan cara yang cerdas dalam memasarkan segala yang berbau jeketi dengan harga yang bisa dibilang mahal. Dan fans-fansnya yang seakan gelap mata, istilahnya rela mempertaruhkan nyawa demi jeketi.

Mendukung idola tidak buruk sebenarnya. Seenggaknya hal itu berbanding lurus dengan tingkat produktivitas lo. Banyak juga sih fans yang menjadikan jeketi sebagai oase atas kreativitas mereka, semisal; mengcover lagu jeketi, bikin fanfict atau fanart, dan hal-hal positif lainnya. Itu yang lebih baik.

Jangan sampe lo ngedukung idola lo sampe sukses, eh lo nya masih jadi gembel aja. Ini bukan buat fans jeketi doang sebenarnya, tapi buat fans apapun. Mendukunglah dengan bijak dan jangan berlebihan.

Dua Puluh Tujuh Maret

Dua Puluh Tujuh Maret
-27/03/2015

angka di kalender terus berguguran
menyisakan angka dua puluh tujuh
yang keramat
dan selalu diingat–
dan juga mengingatkan
kepala ini yang tumbuh satu lagi.


saat tersadar usia hanyalah kayu-kayu
pada waktu menjelma rayap-rayap
yang mengerip tak pernah kenyang
kembali memaksa aku bertanya-tanya,
tentang berapa kayu yang masih tersisa.




Puisi Untuk Wanita Paling Tabah

Source: @irenaBuzarewicz

seorang wanita tercenung
duduk di atas sunyi
dan kulitnya,
menjelma cat dinding kamar
yang mulai terkikis

matanya adalah embun
menyayang daun tak pandang hijau
membasuh tubuh rumput liar,
dan ilalang panjang,
dan bunga,
dan gulma

musim dingin di depan rumah
maka, ia menjahit selamat malam
lalu diberikan kepada anak-anaknya
ia lebih kuat
dari kepakan sayap burung di musim badai

kadang, ia terus mengoceh hingga mulutnya sobek
semua semata guna mengangkat kabut
yang mengepul di kepala
begitu pekat dan cemas

aku mengutuk
setiap awan hitam di raut wajahnya
yang bersiap menurunkan itu menjadi rinai
yang disembunyikan dengan baik
di balik topeng senyuman tulus
sungguh, aku mengutuknya
(meski, mungkin aku sendiri yang mencipta hujan halau mentua)

jangan sekali-sekali pejamkan mata untuk waktu lama
sebelum beberapa semoga bisa kau terima
sebelum getah sinar bulan
kubawakan tepat ke pangkuan
walau ku tahu
itu tak membalas apa pun
bahkan tidak
hanya untuk sepatah kata yang terucap di sepertiga malam

Di Bangku Panjang

Source: Image
di bangku panjang, kau duduk
barangkali mencoba mengartikan
pantulan bintang-gemintang di atas danau
yang pendarnya adalah; matamu sendiri.

di bangku panjang, aku duduk
menyidai angan di langit-langit,
pada bulan purnama tempo lalu
(saat ini mungkin hanya itu yang kau cari, pasti)
Tentunya kita masih bersebelahan.
kini kian dekat
namun tak lebih dekat dari, spasi kata pada puisi ini.

diantara kita, sunyi duduk
berusaha membunuh kata:
atau malah kita.
kadang ia juga menyulih rindu menjadi amarah.
lantas dibuatnya riak gemericik air, suaru burung hantu,
dan embusan napas
bersatu menjelma eufoni.

dua tangan melengkapi celah jari,
perlahan meluluhkan sunyi
mengalihkan jadi bentuk percakapan --
percakapan tanpa suara;
tanpa kata-kata.

lalu kau buka kembali Sapardi yang kau bawa
membalikkan halaman yang kau suka
tanganmu terhenti di kertas,
yang menyimpan bulu mata
ternyata itu sajak yang dipilih
dan dicinta.

membisikkan kemudian di telingaku
“yang fana adalah waktu, kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa…”

sunyi sudah pergi entah kemana
dan aku,
berharap malam itu akan menjadi panjang

Suatu Hari Nanti, Kita Bersemuka Lebih Dekat

Suatu Hari Nanti, Kita Bersemuka Lebih Dekat

/1/
cinta adalah hujan
dikala malam saat tertidur.
jatuh menghempas tanah,
sebagian tersangkut pada ranting pohon.
ada satu yang membasuh daunmu
/2/
menjelma koloni kunang-kunang
berpendar terang pada kegelapan,
menuntun langkah,
dua pasang kaki menuju cahaya
/3/
tatapan mata yang tajam
menikam tepat di sanubari.
membuatku melafal banyak semoga.
/4/
adalah takdir yang tak terkendali
menenggelamkan ke relung jeladri
dengan harapan kau mengikuti.
jeladri asih.
/5/
mimpi dan pikiran menjadi temaram
terbayang cahaya itu tiap malam.
lampu kamar pun paham,
lalu, mengapa kau masih saja diam?
/6/
doa-doa mengepul di langit-langit kamar
tak henti mengukir namamu.
aku yang menakhlikkan!
/7/
ting – tong – ting – tong
lonceng sekolah dibunyikan
meninggalkan perasaan dan harapan.
suatu hari yang entah,
doa memberi jawaban.
mengirim utusan,
lewat waktu.
kemudian, kita bersemuka
lebih dekat dari ini.



Jemmy
Rumah Tua, 31 Januari 2015


puisi ini pernah diikutsertakan pada sayembara yang diadakan oleh Kupas Buku Club dan terpilih menjadi salah satu dari sepuluh puisi pilihan Dewan Juri. bisa ditemukan pula di website Kupasbuku